Koran Cirebon ( CIREBON KOTA ),Dalam menyikapi berita yang banyak tersebar di Media Cetak,On Line ataupun Medsos tentang Heru Rusyamsi yang menobatkan diri menjadi Sultan Kasepuhan Senin 27 Desember 2021 lalu berlokasi di Masjid At tin Komplek Wisata Sidomba Desa Peusing Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan Jawa Barat , maka Keluarga Besar Kraton Kasepuhan Cirebon yang ada di Desa Mertasinga Kabupaten Cirebon perlu memberikan pencerahan pada masyarakat agar tidak tambah bingung dengan polemik yang ada Rabu 12 Januari 2022.
Menurut keluarga Mertasinga NKRI adalah negara hukum bukan kerajaan sehingga semua pernyataan harus berdasar fakta sejarah terlebih berfakta hukum.
Menurut pepakem adat, penobatan seorang Sultan harus di dalam Kraton bukan di luar Kraton,jadi penobatan Heru dianggap tidak syah katanya Sultan Kasepuhan ya harus di Kraton Kasepuhan bukan di Obyek Wisata Sidomba.
Heru menobatkan diri sebagai Sultan Kasepuhan dengan gelar Sultan Sepuh Jaenudin II dianggap tidak faham sejarah, karena gelar itu sudah di sandang oleh Sultan Sepuh IV Zaenudin Amir Sena , sedangkan Sultan Sepuh III adalah Pangeran Raja Jaenudin begelar Jaenudin I, otomatis Sultan Sepuh IV Zaenudin Amir Sena bergelar Sultan Jaenudin II, disini jelas gelar yang di pakai Heru sudah ada, masa gelar yang dipakai tumpang tindih mundur ke belakang.
Seorang yang menjadi Sultan menurut hukum adalah keturunan langsung dari Sultan sebelumnya yang di buktikan dengan putusan pengadilan tentang ahli waris atas harta peninggalan dari Sultan sebelumnya sebagai leluhurnya dan harus bisa membuktikan dimana harta peninggalan leluhur yang diwariskan.
Sementara Hamzaiya orang dari Subang yang berkoar di sebuah Media ingin memindahkan Pemerintahan Kraton Kasepuhan Cirebon ke Kabupaten Kuningan adalah ngaco dan di anggap tak faham Undang undang Cagar Budaya, dimana Kraton adalah Cagar Budaya yang dilindungi UU No.1 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Tak hanya ingin pindahkan kraton Hamzaiya pun di duga akan menggalang dukungan agar Pemerintah mengosongkan Kraton Kasepuhan Cirebon, ini merupakan ajakan yang menyesatkan dan tak faham hukum secara perdata tentang eksekusi dimana prngosongan tempat menurut aturan hukum perdata adalah atas perintah Pengadilan sesuai Pasal 1033 RR ( Reglement op de Rechtsvordering ).
Heru telah memberikan Staat Turunan dan gelar dengan menamakan diri Pangeran dan mengaku diri dari keturunan Arianatareja dianggap telah mengacak acak tatanan pepakem adat yang ada sejak dulu. Diduga Staat dan gelar yang di berikan adalah karangan sendiri yang sudah ditambahkan sendiri dimana bentuk tulisan berbeda dengan aslinya, seperti menurut Tia dari keluarga besar Arianatareja dalam berita di sebuah Media 11 Januari 2022 .
Gelar Pangeran Kuda Putih yang disandang Heru yang konon diberikan oleh Kraton Kacirebonan dan Kraton Kaprabonan Cirebon diduga palsu karena kop surat yang di pakai adalah dari Kacirebonan dan Kaprabonan dan tak mungkin memakai dua kop surat sekaligus dalam selembar surat apalagi surat keputusan.
Keluarga Besar Kraton Kasepuhan yang ada di Desa Mertasinga berharap agar Masyarakat Indonesia pada umumnya dan Masyarakat Cirebon pada khususnya untuk lebih bijak dalam meyikapi polemik yang terjadi di Kasultanan Kasepuhan Cirebon agar menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan jangan berkomen di medsos dengan tidak berdasar pada fakta hukum dan fakta sejarah. ( Prayoga )
Post A Comment: