TUGAS
Nama: BETRAN ERNOWO
Kelas : MJ22C
Nim : 220111195
Tiga hal ini, hukum, bisnis dan Islam, adalah awal dari perencanaan bisnis Islam. Pertama, hukum adalah seperangkat aturan yang harus diikuti oleh setiap orang dalam masyarakat, dan jika ada yang melanggar, mereka akan diberikan sanksi. Kedua, perdagangan didefinisikan sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan. Ketiga, islami. Kata Islam berasal dari kata salima; aslama berarti kebahagiaan, kedamaian, kepatuhan dan ketundukan.
Hukum bisnis Islam merupakan bagian dari hukum perdata Islam di bidang muamalah yang mengatur perilaku manusia dalam menjalankan hubungan ekonomi. Oleh karena itu, hukum bisnis Islam memiliki arti yang sama dengan hukum perikatan Islam. Hukum perikatan Islam adalah seperangkat aturan hukum yang berasal dari Al-Quran, sunnah, hadits dan ijtihad yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih mengenai suatu benda dalam kaitannya dengan objek suatu transaksi.
Dasar normatif bisnis syariah adalah:
1. UUD 1945. Dalam Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk, Pasal 28 menyatakan bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis, dsb ditentukan dengan undang-undang”
2. Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Pasal 49 menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tingkat pertama antara umat Islam dalam bidang: perkawinan, pewarisan, wasiat, hibah, hibah, zakat, infak, shadaka, dan ekonomi syariah.
3. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 1, Ketentuan Umum Bab 1 menyatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank syariah dan badan usaha syariah, termasuk lembaga, operasi dan metode serta proses dalam menjalankan bisnisnya.
4. Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Tahapan perencanaan bisnis syariah:
Pertama, sebelum memutuskan suatu objek, niat harus diperbaiki, yaitu menyelesaikan limardatillah (mengharapkan ridha Allah SWT). Maka modal dan objek bisnis harus legal dan bukan sesuatu yang dilarang. Langkah kedua adalah menentukan proses yang akan dilakukan sesuai dengan prinsip syariah yaitu didalamnya tidak ada unsur riba, gharar (tidak jelas), maysir (spekulasi atau kebetulan), tadlis (penipuan atau pemalsuan), ikhtinaz (penimbunan), ketidakadilan, kesombongan, monopoli negatif, dan apa pun yang menghasilkan kerusakan lebih tinggi. Langkah ketiga adalah menonjolkan hasil dari dua proses sebelumnya yang harus terjamin keabsahannya dan kehalalannya. Langkah keempat adalah penggunaan (produksi) aset, dan pedoman dalam syariah sangatlah jelas karena setiap orang akan bertanggung jawab untuk itu. Artinya, setiap hasil harus ada zakatnya, karena zakat mempunyai khasiat mensucikan harta dan mensucikan jiwa.
Bidang Hukum Dagang Islam Indonesia tinjauan buku Zainuddin Ali “Hukum Perdata Islam di Indonesia” mengungkapkan bahwa penjelasan hukum dagang Islam Indonesia terbatas pada transaksi jual-beli, sewa, upah, piutang, dan bentuk asosiasi bagi hasil.
(Betran Ernowo)


Post A Comment: