Oleh : Feri Rusdiono, SH
Penulis Adalah : Jurnalis Senior, Sekaligus Ketum DPP Perkumpulan Wartawan Online Dwipantara (PWOD)
Banjir yang melanda Sumatra kali ini diduga bukan sekadar musibah alam biasa, melainkan diduga akumulasi kelalaian manusia selama lebih dari dua dekade, ketika hutan yang menjadi paru-paru kehidupan dibabat habis tanpa kendali, izin ekspansi diberikan tanpa kajian lingkungan yang memadai, dan pemerintah diduga cenderung menutup mata terhadap peringatan para ahli ekologis.
Sejak tahun 2000,diduga deforestasi massif terus berlangsung dari ujung Aceh hingga Lampung, menyisakan tanah gundul tanpa penyangga air, mempercepat aliran air permukaan ketika hujan deras tiba, serta membuka ruang longsor dan banjir bandang tanpa hambatan, sementara masyarakat hanya menjadi penonton sekaligus korban.
Rakyat Sumatra kini hidup dalam ketakutan setiap kali langit menghitam, karena mereka tahu bahwa hujan sedikit saja bisa menjadi bencana besar, akibat hilangnya fungsi serapan air hutan yang dulu melindungi desa-desa,yang kini diduga digantikan kebun monokultur serta area industri tanpa tata kelola, membuat semua wilayah seolah bom waktu yang siap meledak.
Ironisnya, pemerintah berkali-kali berbicara tentang rehabilitasi, namun hasil di lapangan sangat jauh dari janji yang dilontarkan, karena program pemulihan lingkungan berjalan lambat dan tidak terpantau, sementara laju kerusakan diduga berjalan seratus kali lebih cepat, dan faktanya rakyat tetap menjadi korban utama dari kelalaian ini.
PWOD melihat bahwa banjir Sumatra diduga bukan kecelakaan alam semata, melainkan tragedi kebijakan yang salah arah selama bertahun-tahun, ketika diduga kepentingan jangka pendek mengalahkan kelestarian ekologis, dan diduga uang negara terus digelontorkan tanpa hasil yang nyata, menyebabkan kerugian berulang yang seharusnya bisa dicegah.
(Ferry)



Post A Comment: